Kamis, 18 Agustus 2011

Menyatukan Kepri Dengan Transportasi Laut

Kepulauan Riau yang baru berumur tujuh tahun, sudah dipercaya oleh pemerintah pusat menjadi lumbung ekonomi nasional. Ditandai dengan ditetapkan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ). Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada Gubernur Kepri agar pertumbuhan ekonomi di Kepri harus tumbuh 10 persen pada tahun ini.
Banyak keunggulan yang dimiliki Kepri dibandingkan dengan daerah lain. Tetapi untuk mengembangkannya menjadi sebuah keunggulan nyata masih terkendala transportasi laut. Wisata pantai yang menawan, budidaya ikan, peternakan, pertanian hingga kelautan, semuanya memungkinkan ada di Kepri. Dengan sarana transportasi yang masih minim seperti ini saja Kepri mampu menyumbang kunjungan wisatawan terbesar ketiga setelah Bali dan Lombok.
Kepri ke depan akan berkembang dengan baik walaupun hanya memiliki empat persen daratan dan 96 lautan. Resep yang harus laksanakan yakni mengembangkan transportasi laut. Dengan lancarnya transportasi, tidak ada lagi pulau berpendudukan di Kepri tidak tersentuh transportasi laut. Tidak ada lagi keluhan warga, terutama untuk memasarkan hasil tangkapan ikan dan hasil pertanian termasuk peternakan ke daerah lain. Sungguh menyedihkan jika untuk menjual hasil tangkapan harus menunggu datangnya kapal yang tak setiap hari ada.
Sejak dilantik oleh Mendagri Gamawan Fauzi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri, 19 Agustus 2010, HM Sani dan Soerya sudah memiliki gambaran tentang masa depan Kepri dengan menyatukan pulau-pulau yang selama ini terisolir. Keduanya berjanji akan membuka jakar antar pulau yang selama ini putus. Caranya tidak jalan lain adalah meningkatkan transportasi mulai dari transportasi laut, udara dan darat.
Untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya, selama ini pemerintah memiliki program yakni membuka trayek baru transportasi laut dengan pangkalan di Tanjungpinang, kemudian berlayar ke Senayang dengan jarak 78 mil, kemudian Sei Enam dengan jarak 10 mil kemudian ke Dabo Singkep yang jaraknya 41 mil, melanjutkan perjalanan ke Pulau Berhala yang akan menempuh jarak 24 mil dan berakhir ke Muara Sabak (Jambi) yang berjarak 44 mil.
Kemudian kapal perintis ini akan kembali dari Muara Sabak, Jambi melalui Pulau Berhala, Dabo Singkep, Sei Enam, Senayang dan berakhir di Tanjungpinang. Ada juga kapal perintis berpangkalan di Ranai yang akan melewati rute Pulau Laut sejauh 60 mil, Sedanau dengan jarak 80 mil, Midai berjarak 55 mil, Tarempa berjarak 115 mil, Letung 45 mil, lalu ke Tanjungpinang menempuh perjalanan 175 mil. Dari Tanjungpinang akan meneruskan perjalanan ke Tambelan menempuh jarak 230 mil, ke Sintete yang berjarak 100 mil, Serasan 105 mil, Subi 50 mil dan kembali lagi ke Ranai.
Sarana transportasi laut yang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat ialah KMP Kuala Batee yang menghubungkan Telaga Punggur di Batam dan Tanjunguban di Pulau Bintan. Lalu KMP Sri Gemilang dioperasikan tujuan Telaga Punggur – Tanjunguban, KMP Senagin tujuan Karimun – Mengkap, KMP Lome tujuan Tanjungpinang – Karimun, KMP Sembilang Dabo – Kuala Tungkal (Jambi), kemudian diusulkan Kuala Tungkal – Tanjunguban, Tanjungpinang – Dabo Singkep.
Pemerintah juga memiliki rencana lintas penyeberangan antar kabupaten dan kota di Kepri seperti lintas penyeberangan Telaga Punggur di Batam – Tanjunguban di Bintan, Penyeberangan Tanjungpinang – Karimun, Tanjungpinang – Dabo Singkep, Tanjunguban – Matak – Anambas. Juga dikembangkan lintas penyeberangan antar provinsi seperti lintas penyeberangan Karimun – Mengkapan di Riau, Dabo Singkep – Kuala Tungkal di Jambi, Selat Lampa – Sintete di Kalimantan Barat dan Tambelan di Bintan – Sintete.
Belum lama ini, Pemerintah Kepri juga telah meneken MoU dengan Johor dan Malaka untuk menjalin kerja sama rute pelayaran kapal roll on roll off (roro). Memorandum of Understanding (Mou)-nya sudah dilakukan 18 – 20 Juli kemarin, dalam pertemuan persidangan ke-10 Sosek Malindo Negeri Johor.
Jika sudah berjalan sesuai rencana, roro akan memiliki pangkalan di Dumai, lalu berlayar menuju Tanjung Beruas di negara bagian Malaka, Tanjungbalai Karimun, kembali ke Tanjung Beruas dan berakhir ke Selat Baru negara bagian Johor.
Perjuangan Pemprov Kepri di Bawah Sani – Seorya tampak dari keseriusan membuka pulau-pulau terisolir. Setelah berkali-kali bertemu dengan Menteri Perhubungan RI agar pemerintah pusat memberikan bantuan kapal perintis untuk membuka isolir tersebut, akhirnya permintaan bantuan diberikan oleh pemerintah pusat.
Baru dua pekan lalu KM Lome, sebuah kapal roro pesanan Kepri selesai dibuat di Palembang. Kapal ini melayani warga Tanjungpinang – Karimun. Kemudian di akhir tahun ini satu kapal lagi akan datang dari pemerintah pusat untuk melayani warga Kepri. Kapal ini berpangkalan di Ranai menuju pulau Laut jaraknya 60 mil, kemudian ke Sedanau jaraknya 80 mil, kemudian Midai 55 mil ke Tarempa 115 mil, Letung 45 mil ke Tanjungpinang 175 mil. Kemudian dari Tanjungpinang terus ke Tambelan 230 mil, ke Sintete jaraknya 100 mil, Serasan 105 mil, Subi 50 mil dan kembali Ranai.
“Kalau tidak ada arang melintang, dua kapal bantuan dari pemerintah pusat akan dioperasikan di Kepri untuk membuka pulau-pulau selama ini terisolir,” kata Muhammad Sani, Gubernur Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu.
Sani mengakui, Kepri memiliki ribuan pulau, ada yang disebut pulau terdepan karena berbatasan langsung dengan beberapa negara. Ada juga yang terpencil tanpa penduduk tapi berpotensi menjadi pulau yang bisa dikembangkan. Setelah melakukan kunjungan kerja di seluruh kecamatan di Kepri termasuk pulau terdepan, warga yang ada di pulau-pulau mengeluhkan masih minimnya transportasi yang ada di daerahnya. Termasuk masyarakat yang tinggal di Subi, Serasan, Midai dan Pekajang. Warga Pekajang misalnya, sudah bertahun-tahun mengharapkan ada kapal perintis yang bisa singgah di daerahnya.
Tekad menyatukan Kepri tak hanya melalui transportasi laut. Pemerintah Kepri juga akan membuka akses transportasi udara sehingga setiap kabupaten atau kota yang ada di Kepri bisa dilayani pesawat. Hingga saat ini hanya Kabupaten Karimun yang belum memiliki bandara.
Dua bandara bertaraf Internasional sudah ada di Kepri, pertama Bandara Hang Nadim di Batam. Bandara ini memiliki landasan terpanjang di ASEAN. Bandara ini sudah berulangkali dijadikan embarkasi keberangkatan jamaah calon haji. Satunya Bandara Raja Haji Fisabilillah di Tanjungpinang. Bandara-bandara yang lebih kecil ada di Ranai Kabupaten Natuna, Matak di Anambas, Dabo Singkep di Lingga dan rencananya Busung di Bintan.
“Kami akan menyatuhkan kabupaten dan kota melalui udara dan laut. Ini sudah sebagian terwujud hanya saja Karimun belum ada lantasa bandara dan akan kami buka,” kata Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri, Muramis.***

1 komentar:

  1. Mohon izinkan saya Anto ikut membantu teman-teman guru yang ada di Pulau terpencil. Saya merantau dari Lampung kini tinggal di Batam. Saya hanya memiliki modal kurang dari 1 juta rupiah cukupkah untuk perjalanan ke Pulau terpencil untuk membantu Bapak/Ibu Guru disana? Ini alamat email saya whinni.saptianto@gmail.com, mohon diinfokan alamat/ No. HP Bapak/Ibu Guru di Pulau terpencil. Insya Alloh saya tidak akan memberatkan Bapak/Ibu Guru disana, karena saya bisa bertahan hidup ala kadarnya. Saya hanya ingin mengabdi di sisa umur saya ini. Terima kasih.

    Mohon di Respon oleh pihak terkait yang bisa membantu saya, termasuk anda ya Admin.

    BalasHapus